
Apa sebenarnya penyebab China ungkap biaya produksi luxury brand ke hadapan publik? Pengungkapan ini tentunya bukan sekadar iseng belaka. Video yang muncul di media sosial dengan tagar #tradewar #chinamanufacture ini muncul di tengah meningkatnya tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China, serta semakin kuatnya tekanan pada konsumen untuk lebih sadar terhadap nilai sebenarnya dari barang yang mereka beli. Dalam konteks geopolitik dan persaingan ekonomi, membongkar seluk-beluk industri luxury brand menjadi senjata naratif yang cukup kuat. Dan China menggunakannya dengan sangat efektif.
Contohnya, akun TikTok seperti @chinamarket02 yang membagikan bocoran informasi dari sejumlah pabrik manufaktur di China. Hal ini mengejutkan banyak orang, mengingat banyak brand mewah dunia—terutama dari Eropa—memilih China sebagai tempat produksi utama mereka. Setelah diproduksi di China, barang-barang tersebut kemudian dijual dengan margin harga yang sangat tinggi, jauh melebihi biaya produksi yang sebenarnya.
@chinamarket02 China 🇨🇳 vs 🇺🇸 USA Trade war 2025 #CHINA #usa_tiktok #trandingvideo #TRADEWAR
Lantas, bagaimana pengungkapan ini bisa mempengaruhi pandangan kita tentang harga barang mewah yang selama ini kita anggap prestisius? Simak 5 fakta mengejutkan di balik pengungkapan biaya produksi luxury brand oleh China tersebut:
ADVERTISEMENTS
1.Banyak Brand Mewah Memproduksi Barangnya di China
Meskipun brand seperti Louis Vuitton, Gucci, atau Prada terkenal berasal dari Eropa, sebagian besar produksinya dilakukan di Asia, termasuk China. China memiliki keunggulan dari segi biaya tenaga kerja, infrastruktur manufaktur, dan skala produksi yang masif. Fakta ini bukan hal baru di kalangan industri, namun jarang diungkap secara gamblang kepada konsumen.
Sebuah video di TikTok mengungkapkan bahwa tas merek mewah seperti Hermès, yang dijual seharga $35.000, hanya memerlukan biaya produksi sekitar $1.250. Video ini menunjukkan proses produksi di pabrik-pabrik di China, termasuk bahan baku dan tenaga kerja yang digunakan. Meskipun Hermès menyatakan bahwa produknya sebagian besar dibuat di Prancis, video ini menunjukkan bahwa sebagian besar proses produksi dilakukan di China sebelum label “Made in France” atau “Made in Italy” ditambahkan.
ADVERTISEMENTS
2. Biaya Produksi Sangat Jauh dari Harga Jual
Dari salah satu video Cina ungkap biaya produksi luxury brand yang beredar, sebuah tas luxury dengan harga jual Rp50 juta hanya membutuhkan bahan baku, upah kerja, dan ongkos logistik sekitar Rp4 juta. Margin keuntungan bisa mencapai 1000%. Fakta ini memicu diskusi di media sosial mengenai bagaimana strategi branding dan eksklusivitas membuat harga produk menjadi tidak masuk akal, namun juga peminatnya tidak sedikit.
ADVERTISEMENTS
3. Perang Dagang Jadi Latar Belakang Strategis Pengungkapan Ini
Pengungkapan ini tidak lepas dari latar belakang memanasnya hubungan dagang antara China dan AS. Dalam beberapa kesempatan, China terlihat berusaha menekan citra brand global dari Barat yang dianggap memanfaatkan sistem produksi negara berkembang namun tetap menjual dengan harga “Barat”. Ini menjadi semacam balasan naratif terhadap tekanan tarif dan retorika anti-China dari AS.
ADVERTISEMENTS
ADVERTISEMENTS
4. Respons Publik: Terbelah antara Realita dan Loyalitas Merek
Sebagian orang merasa kecewa dan merasa dibohongi. Namun tak sedikit pula yang tetap loyal terhadap brand favorit mereka, dengan alasan kualitas, desain, atau mungkin juga gengsi. Menariknya, muncul juga gerakan kecil untuk lebih memilih brand lokal atau alternatif yang lebih transparan soal harga produksi dan etika kerja.
ADVERTISEMENTS
5.Transparansi Jadi Tuntutan Baru bagi Industri Fashion
Setelah informasi ini viral, konsumen mulai menuntut lebih banyak transparansi dari merek-merek fashion besar. Tidak cukup hanya menawarkan produk cantik dan kemasan mewah—brand kini harus lebih jujur soal proses di balik layar: dari bahan, biaya produksi, hingga pengupahan buruh. Ini bisa memicu gelombang perubahan dalam dunia fashion global.
Apa Artinya Bagi Kita?
Fenomena ini menjadi cermin bahwa dalam dunia konsumsi modern, persepsi bisa jauh lebih mahal dari realitas. Kini, konsumen mulai bertanya: Apakah saya membayar untuk kualitas atau untuk ilusi?
Bagaimana menurut kalian? Apakah pengungkapan ini akan mengubah cara kalian melihat dan membeli produk luxury brand? Atau kamu tetap akan percaya bahwa harga mencerminkan nilai? Ceritakan pendapat kalian di kolom komentar atau bagikan artikel ini jika kamu rasa informasi ini layak diketahui banyak orang.